Sabtu, 27 Oktober 2012
pembuatan larutan
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketika mempelajari kimia dikenal dengan adanya larutan. Larutan pada dasarnya adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu komponen. Komponen yang terdapat dalam jumlah yang besar disebut solvent atau pelarut, sedangkan komponen yang terdapat dalam jumlah yang kecil disebut solute atau zat terlarut. Konsentrasi suatu larutan didefinisikan sebagai jumlah solute yang ada dalam sejumlah larutan atau pelarut. Konsentrasi dapat dinyatakan dalam beberapa cara, antara lain molaritas, molalitas, normalitas dan sebagainya. Molaritas yaitu jumlah mol solute dalam satu liter larutan, molalitas yaitu jumlah mol solute per 1000 gram pelarut, sedangkan normalitas yaitu jumlah gram ekuivalen solute dalam satu liter larutan.
Dalam ilmu kimia, pengertian larutan ini sangat penting karena hampir semua reaksi kimia terjadi dalam bentuk larutan. Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran serta sama dari dua komponen atau lebih yang saling berdiri sendiri. Disebut campuran karena terdapat molekul-molekul, atom-atom atau ion-ion dari dua komponen zat aatau lebih. Larutan dikatakan homogen penyusunnya tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya lagi.
Misalnya larutan gula dengan air dimana tidak dapat terlihat lagi bentuk gulanya, hal ini karena larutan sudah tercampur secara homogen. Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan praktikum dan pada praktikum acara ini dilaksanakan acara pembuatan dan standarisasinya.
Dalam pembuatan larutan harus dilakukan seteliti mungkin dan menggunakan perhitungan yang tepat, sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan, untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutan yang dihasilkan maka dilakukan standarisasi.
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui cara pencampuran larutan antara suatu larutan (zat) dengan zat lain, untuk mereaksikan suatu larutan di dalam laboratorium. Dan percobaan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana reaksi dan hasil reaksi yang terjadi pada pembuatan larutan-larutan.
Tujuan Percobaan
Memahami bagaimana pembuatan larutan
Mengenal alat dan bahan serta fungsinya yang digunakan dalam percobaan
Memahami bagaimana pengenceran larutan pekat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komponen Larutan
Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Dan disebut homogen karena susunannya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Misalnya larutan gula dengan air dimana kita tidak dapat lagi melihat dari bentuk gulanya, hal ini karena kelarutan sudah tercampur secara homogen.
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Dan pada percobaan ini yang dibahas adalah larutan cair. (Yayan Sunarya, Agus Setiabudi, 2007)
Pelarut cair umumnya air. Pelarut cair yang lain misalnya benzena, klorofom, eter dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak disebutkan). Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air misalnya gula dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbondioksida dan oksigen. Zat cair terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka. Umumnya komponen larutan yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan tersebut disebut pelarut atau solven. Larutan 40% alkohol dengan 60% air disebut larutan alkohol. Larutan 60% alkohol dengan 40% air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60% gula dengan 40% air disebut larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah sedangkan gula berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai air). Komponen yang jumlahnya lebih sedikit daripada zat-zat lain dalam larutan tersebut zat terlarut (solute).
(Syukri S., 1999)
2.2 Kelarutan
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat dapat menumbuk permukaan kristal gula atau molekol gula yang lain sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung dengan molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.
Kristal gula + air Larutan gula
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut, atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble).
Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya, maka larutannya disebut lewat jenuh (supersaturated). Larutan lewat jenuh lebih pekat daripada larutan jenuh. Larutan lewat jenuh misalnya biasa dibuat dengan cara membuat larutan jenuh pada temperatur yang lebih tinggi. Pada cara ini zat terlarut harus mempunyai kelarutan yang lebih besar dalam pelarut panas daripada dalam perlarut dingin. Jika dalam larutan yang panas itu masih tersisa zat terlarut yang sudah tak dapat lagi melarut, maka sisa itu harus disingkirkan dan tidak boleh ada zat lain yang masuk. Kemudian larutan itu didinginkan hati-hati dengan cara didiamkan untuk menghindari pengkristalan. Jika kita tidak ada solute yang memisahkan diri (mengkristal kembali) selama pendinginan, maka larutan dingin yang bersifat lewat jenuh. Larutan lewat jenuh yang dapat dibuat dengan cara ini misalnya larutan dari sukrosa, natrium asetat dan natrium tiosulfat (hipo). Larutan lewat jenuh merupakan suatu sistem metastabil. Larutan ini dapat diubah menjadi larutan jenuh dengan menambahkan kristal yang kecil (kristal inti/bibit) umumnya kristal dari solute. Kelebihan molekul solute akan terikat pada kristal inti akan mengkristal kembali.
(F. Albert Cotton, Geoffrey Wilkinson, 1988)
Kelarutan senyawa logam biasa, yaitu senyawa logam golongan IA, IIA, IB, IIB, Mn, Fe, Co, Ni, Al, Sn, Pb, Sb, Bi dan NH4+ adalah seperti pada tabel berikut.
Senyawa Kelarutan
Nitrat Semua larut
Asetat Semua larut kecuali Ag+, Hg22+, Bi3+
Klorida Semua larut kecuali Ag+, Hg22+, Pb2+, Cu3+
Bromida Semua larut kecuali Ag+, Hg22+, Pb2+
Iodida Semua larut kecuali Ag+, Hg22+, Pb2+, Bi3+
Sulfat Semua larut kecuali Ba+, Sr2+, Pb2+, (Ca2+ sedikit larut)
Sulfit Semua tidak larut kecuali Na+, K+, NH4+
Sulfida Semua tidak larut kecuali Na+, K+, NH4+, Ba2+, Sr2+, Ca2+
Fosfat Semua tidak larut kecuali Na+, K+, NH4+
Karbonat Semua tidak larut kecuali Na+, K+, NH4+
Oksalat Semua tidak larut kecuali Na+, K+, NH4+
Oksida Semua tidak larut kecuali Na+, K+, Ba2+, Sr2+, Ca2+
Hidroksida Semua tidak larut kecuali Na+, K+, NH4+, Ba2+, Sr2+, (Ca2+ sedikit larut)
Nitrit Semua tidak larut kecuali Ag+
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain jenis zat terlarut, jenis pelarut, temperatur, dan tekanan.
a. Pengaruh Jenis Zat pada Kelarutan
Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar. Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna (completely miscible), air dan eter bercampur sebagian (partially miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible).
(R.A. Day, A.L. Underwood, Hillarius Wibi. H., Sumarmata, Lemeda, 2002)
b. Pengaruh Temperatur pada Kelarutan
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis Le Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperature yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksterm, maka kelarutannya berkuran pada suhu yang lebih tinggi.
c. Pengaruh tekanan pada kelarutan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Perubahan tekanan sebesar 500 atm hanya merubah kelarutan NaCl sekitar 2,3 % dan NH4Cl sekitar 5,1 %. Kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas itu. Menurut hukum Henry (William Henry: 1774-1836) massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya) berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 (lima) kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya HCl atau NH3 dalam air.
(Oxtoby, Gillis, Nachtrien, Suminar, 2001)
2.3 Konsentrasi Larutan
Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan. Secara fisika konsentrasi dapat dinyatakan dalam % (persen) atau ppm (part per million) = bpj (bagian per juta). Dalam kimia konsentrasi larutan dinyatakan dalam molar (M), molal (m) atau normal (N).
a. Molaritas (M) Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap liter larutan.
Mol= (Mol zat terlarut)/(volume larutan)= mol/L=mol/mL x (1000 mL)/L
b. Molalitas (m) Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kilo gram (1 000 gram) pelarut.
m= (mol zat terlarut)/(kg pelarut)= (mol zat terlarut)/(gram pelarut) x (1000 gram)/kg
c. Normalitas (N) Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan.
N=(ekuivalen solute)/(L Larutan)= ((massa solute)/(massa ekuivalen))/L= ((gram/Mr)/n)/L=(n x gram/Mr)/L= (n x mol)/L=n x M
(David G. Watson, 2005)
2.4 Pelarutan
Molekul komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk suatu sruktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut, hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil.
Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut, pada suatu titik komponen yang ditambahkan tidak akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan terbentuklah endapan. Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal, dan larutannya disebut sebagai larutan jenuh. Titik tercapainya keadaan jenuh larutan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan dan kontaminasi. Secara umum, kelarutan suatu zat (yaitu jumlah suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu) sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku pada zat padat, walaupun ada perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair yang lain secara umum kurang peka terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau gas dalam zat cair. Kelarutan gas dalam air umumnya berbanding terbalik terhadap suhu.
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Pada percobaan pembuatan larutan dalam Praktikum Kimia Dasar 1 (satu) ini digunakan:
3.1.1 Alat-alat
- Neraca analitik
- Labu takar 100 mL
- Pipet tetes
- Pipet ukur 10 mL
- Batang pengaduk
- Gelas kimia 100 mL
- Corong kaca
- Spatula
3.1.2 Bahan-bahan
- Asam sulfat (H2SO4)
- Asam oksalat (H2¬C2O4)
- Kalium permanganat (KMnO4)
- NaOH
- FeSO4
- Na2S2O3
- Aquades
- Botol kaca bekas yang telah dicuci bersih
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Asam Sulfat H2¬SO4¬ 0,2 M, 100 mL
- Dihitung Molaritas (M) H2¬SO4 (p), yang diketahui Bj = 1,84 dan % = 96 % (larutan induk)
- Dihasilkan 18,02 M H2¬SO4 dari rumus M = (Bj x 10 x %)/Mr
- Dimasukkan 20 mL akuades dalam labu takar
- Dari rumus pengenceran: M1 x V1 = M2 x V2, dihasilkan volume H2¬SO4 sebanyak 1,1 mL. Dipipet 1,1 mL H2¬SO4 dengan Normalitas N
- Ditambahkan aquades hingga tanda tera
- Dihasilkan larutan tak berwarna (bening)
3.2.2 Asam Oksalat H2¬C2O4¬ 0,01 M, 50 mL
- Dirumuskan dengan M1 x V1 = M2 x V2, dihasilkan perhitungan 5 mL
- Dipipet 5 mL H2¬C2O4 0,1 M (larutan induk)
- Dimasukkan ke dalam labu ukur
- Ditambahkan aquades hingga tanda tera
- Dihasilkan larutan tak berwarna (bening)
3.2.3 Kalium Permanganat KMnO4¬ 0,02 N, 50 mL
- Dihasilkan perhitungan volume KMnO4 10 mL dari rumus N1 x V1 = N2 x V2
- Dipipet 10 mL KMnO4 0,1 N (larutan induk)
- Dimasukkan ke dalam labu takar
- Ditambahkan aquades hingga tanda tera
- Dihasilkan karutan berwarna ungu
3.2.4 NaOH 2 M, 50 mL
- Dihasilkan perhitungan massa NaOH = 5,8 gram dari perumusan M= Massa/Mr x 1000/V
- Ditimbang 5,8 gram NaOH
- Dimasukkan ke dalam gelas kimia
- Ditambahkan aquades hingga 20 mL, kemudian diaduk
- Dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL
- Diencerkan dengan aquades hingga tanda tera, kemudian dihomogenkan. Dan dihasilkan larutan tak berwarna (bening)
3.2.5 FeSO4¬ 0,1 M, 100 mL
- Dihasilkan perhitungan massa FeSO4 = 1,56 gram dari rumus M= Massa/Mr x 1000/V
- Ditimbang 1,56 gram FeSO4
- Dimasukkan ke dalam gelas kimia
- Ditambahkan aquades hingga 20 mL, kemudian diaduk
- Dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL
- Diencerkan dengan aquades hingga tanda tera, kemudian dihomogenkan. Dan dihasilkan larutan yang keruh.
3.2.6 Na2S2O3.5H2O 0,01 M, 100 mL
- Dihasilkan perhitungan massa Na2S2O3.5H2O = 2,4 gram dari rumus M= Massa/Mr x 1000/V
- Ditimbang 2,4 gram Na2S2O3.5H2O
- Dimasukkan ke dalam gelas kimia
- Ditambahkan aquades hingga 50 mL, kemudian diaduk
- Dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL
- Diencerkan dengan aquades hingga tanda tera, kemudian dihomogenkan.
- Dihasilkan larutan tak berwarna (bening)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Hasil pengamatan dibuat dalam tabel berikut.
No. Perlakuan Pengamatan
1. Asam Sulfat H2¬SO4¬ 0,2 M, 100 mL
Dihitung Molaritas H2¬SO4 (p) diketahui Bj = 1,84 dan % = 96 % (larutan induk)
Dimasukkan 20 mL akuades dalam labu takar
Dipipet (x) mL H2¬SO4 dengan Normalitas N
Ditambahkan akuades hingga tanda tera
Rumus: M= (Bj x 10 x %)/Mr
Mr H2¬SO4 = (2x1) + (1x32) + (4x16)
= 98
M= (1,84 x 10 x 96)/98=18,02 M
M1 x V1 = M2 x V2
¬18,02 x V1 = 0,2 x 100
V1 = (0,2 x 100)/18,02=1,10 mL
Larutan tak berwarna bening
2. Asam Oksalat H2¬C2O4¬ 0,01 M, 50 mL
Dipipet (x) mL H2¬C2O4¬ 0,01 M (larutan induk)
Dimasukkan ke dalam labu ukur
Ditambahkan akuades hingga tanda tera
Rumus:
M1 x V1 = M2 x V2
50 x 0,01 = 0,1 x V2
V2 = (50 x 0,01)/0,1=5 mL
Larutan tak berwarna bening
3. Kalium Permanganat KMnO4¬ 0,02 N, 50 mL
Dipipet (x) mL KMnO4¬ 0,1 N (larutan induk)
Dimasukkan ke dalam labu takar
Ditambahkan akuades hingga tanda tera
Rumus: N1 x V1 = N2 x V2
0,02 x 50 = 0,1 x V2
V2 = (0,2 x 50)/0,1
=10 mL
Larutan berwarna ungu
4. NaOH 2 M, 50 mL
Ditimbang (x) gram NaOH¬
Dimasukkan ke dalam gelas kimia
Ditambahkan akuades hingga 20 mL, kemudian diaduk
Dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL
Diencerkan dengan akuades hingga tanda tera. Homogenkan Rumus: M= Massa/Mr x 1000/V
2= Massa/58 x 1000/50
Massa= (58 x 2)/20=5,8 gram
Larutan tak berwarna (bening)
5. FeSO4¬ 0,1 M, 100 mL
Ditimbang (x) gram FeSO4
Dimasukkan ke dalam gelas kimia
Ditambahkan akuades hingga 20 mL, kemudian diaduk
Dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL
Diencerkan dengan akuades hingga tanda tera. Homogenkan
Rumus: M= Massa/Mr x 1000/V
0,1= Massa/155,91 x 1000/100
Massa= (155,91 x 0,1)/10=1,56 gram
Larutan keruh
6. Na2S2O3.5H2O 0,01 M, 100 mL
Ditimbang (x) gram Na2S2O3.5H2O
Dimasukkan ke dalam gelas kimia
Ditambahkan akuades hingga 50 mL, kemudian diaduk
Dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL
Diencerkan dengan akuades hingga tanda tera. Homogenkan
Rumus: M= Massa/Mr x 1000/V
0,1= Massa/Mr x 1000/100
Massa= (248 x 0,1)/10=2,4 gram
Larutan tak berwarna (bening)
4.2 Rumus-rumus
Asam Sulfat H2¬SO4¬ 0,2 M, 100 mL
Mencari Molaritas M H2SO4, Bj = 1,84, % = 96%
M= (Bj x 10 x %)/Mr
Mr H2¬SO4 = (2x1) + (1x32) + (4x16) = 98
M= (1,84 x 10 x 96)/98=18,02 M
M1 x V1 = M2 x V2
¬18,02 x V1 = 0,2 x 100
V1 = (0,2 x 100)/18,02=1,1 mL
Mencari volume V dari H2SO4 18,02 M
M1 x V1 = M2 x V2
18,02 x V1 = 0,2 x 100
V1 = (0,2 x 100)/18,02=1,1 mL
Asam Oksalat H2¬C2O4¬ 0,01 M, 50 mL
Mencari volume V dari H2C2O4 0,1 M
M1 x V1 = M2 x V2
0,01 x 50 = 0,1 x V2
V_2 = (0,01 x 50)/0,1=5 mL
Kalium Permanganat KMnO4¬ 0,02 N, 50 mL
Mencari volume V dari KMnO4 0,02 N
N1 x V1 = N2 x V2
0,02 x 50 = 0,1 x V2
V_2 = (0,02 x 50)/0,1=10 mL
NaOH 2 M, 50 mL
Mencari massa NaOH
Rumus: M= Massa/Mr x 1000/V
Mr NaOH = (1 x 41) + (1 x 16) + (1 x 1) = 58
2= Massa/58 x 1000/50
Massa= (58 x 2)/20=5,8 gram
FeSO4¬ 0,1 M, 100 mL
Mencari massa FeSO4
Mr FeSO4 = (1 x 59,91) + (1 x 32) + (4 x 16) = 155,91
Rumus: M= Massa/Mr x 1000/V
0,1= Massa/155,91 x 1000/100
Massa= (155,91 x 0,1)/10=1,56 gram
Na2S2O3.5H2O 0,01 M, 100 mL
Mencari massa Na2S2O3.5H2O
Rumus: M= Massa/Mr x 1000/V
Mr Na2S2O3.5H2O = (2 x 41) + (2 x 32) + (3 x 16) + (5 x 1) = 248
0,1= Massa/248 x 1000/100
Massa= (248 x 0,1)/10=2,4 gram
4.3 Pembahasan
Pada percobaan pembuatan larutan ini dilakukan enam kali percobaan, yaitu:
Asam Sulfat H2¬SO4¬ 0,2 M, 100 mL
Dari hasil perhitungan ditemukan hasil volume yang dibutuhkan 1,10 mL untuk dicampur dengan aquades dalam labu takar, dan dihasilkan larutan tak berwarna (bening).
Asam Oksalat H2¬C2O4¬ 0,01 M, 50 mL
Dari hasil perhitungan dibutuhkan volume H2¬C2O4 sebanyak 5mL dengan Molaritas 0,1 M dan dicampur dengan aquades ke dalam labu ukur dan dihasilkan larutan tak berwarna (bening).
Kalium Permanganat KMnO4¬ 0,02 N, 50 mL
Dibutuhkan 10 mL KMnO4¬ 0,1 N dari perhitungan rumus, dan kemudian dicampur dengan aquades dalam labu takar dan dihasilkan larutan yang berwarna ungu.
NaOH 2 M, 50 mL
Pada perhitungan dihasilkan perhitungan 5,8 gram untuk NaOH. Dan ditambahkan aquades ke dalam labu takar 50 mL dan terbentuk larutan tak berwarna (bening).
FeSO4¬ 0,1 M, 100 mL
Dimasukkan/ditambahkan 1,56 gram FeSO4 (hasil perhitungan diperoleh dari perhitungan rumus) kemudian ditambahkan aquades dan dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL dan diperoleh larutan yang berwarna keruh.
Na2S2O3.5H2O 0,01 M, 100 mL
Ditimbang 2,4 gram Na2S2O3.5H2O (massa Na2S2O3.5H2O dapat diperoleh dari hasil perhitungan rumus), kemudian ditambahkan aquades ke dalam labu takar 100 mL. Didapatkan larutan yang tak berwarna (bening).
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Contohnya yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan, seperti garam atau gula dilarutkan dalam air. Gas juga dapat pula dilarutkan dalam cairan misalnya karbondioksida atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut dalam cairan lain, misalnya alkohol yang bercampur dengan air. Pelarut adalah zat yang jumlahnya lebih banyak dalam larutan dari jumlah zat-zat yang lain, contohnya pelarut yang paling umum adalah air. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan mudah menguap, meninggalkan subtansi terlarut yang didapatkan. Zat terlarut adalah zat yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah zat-zat yang lain dalam larutan, contohnya gula dalam larutan gula, garam dalam larutan garam, zat terlarut memiliki titik didih yang lebih tinggi dan tidak mudah sehingga akan tertinggal saat waktu penguapan. Reaksi eksoterm adalah reaksi yang disertai dengan perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan (kalor dibebaskan oleh sistem ke lingkungannya), ditandai dengan adanya kenaikan suhu lingkungan di sekitar sistem contohnya C(s) + O2(g) → CO2(g) + 393,5 kJ; DH = -393,5 kJ. Reaksi endoterm adalah reaksi endoterm adalah reaksi yang disertai dengan perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem (kalor diserap oleh sistem dari lingkungannya), ditandai dengan adanya penurunan suhu lingkungan di sekitar sistem. Contohnya adalah CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g) – 178,5 kJ; DH = +178,5 kJ.
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti di bawah ini:
Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110 – 1200C).
Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia gunakan.
Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh lebih dari 0,01 – 0,02 %)
Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sejalan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan, kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higrosfik, tak pula dioksidasi oleh udara atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetrabonat Na2B4O7, kalium hidrogen iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer. Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap disebut titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdekteksi oleh suatu perubahan, yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator.
Fungsi dari alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
Neraca analitik untuk mengukur atau menghitung massa dari zat yang ditimbang.
Labu takar 100 mL digunakan untuk mengencerkan zat tertentu hingga batas leher labu takar.
Pipet tetes digunakan untuk memindahkan larutan yang volumnya tidak diketahui.
Pipet ukur 10 mL digunakan untuk memindahkan larutan dengan volume 10 mL.
Batang pengaduk digunakan untuk mengaduk larutan kimia didalam alat gelas hingga larutan tersebut homogen.
Gelas Kimia 100 mL digunak untuk mengaduk-mencampur-memanaskan cairan yang biasanya digunakan dalam laboratorium.
Corong kaca digunakan untuk memasukan larutan kedalam wadah yang mulutnya kecil.
Spatula digunakan untuk mengambil bahan kimia yang berbentuk padatan dan juga untuk mengaduk larutan.
Pada praktikum ini dilakukan 6 (enam) kali percobaan:
Pada reaksi Asam Sulfat H2¬SO4¬ 0,2 M 100 mL pada hasil percobaan larutan tak berwarna (bening).
Pada reaksi Asam Oksalat H2¬C2O4¬ 0,01 M 50 mL pada hasil percobaan larutan tak berwarna (bening).
Pada reaksi Kalium Permanganat KMnO4¬ 0,02 N, 50 mL, pada hasil percobaan dihasilkan larutan berwarna ungu.
Pada reaksi natrium hidroksida NaOH 2 M, 50 mL, pada hasil percobaan larutan tak berwarna (bening).
Pada reaksi FeSO4¬ 0,1 M, 100 mL, pada hasil percobaan larutan menjadi putih keruh
Pada reaksi Na2S2O3.5H2O 0,01 M, 100 mL, pada hasil percobaan larutan tak berwarna (bening).
Reaksi yang dimaksud disini adalah pembuatan larutan.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Untuk membuat larutan dari bahan cair dan padat dilakukan dengan cara mencampurkan bahan cair atau bahan padat tersebut ke dalam gelas kimia kemudian diaduk.
Larutan ideal memenuhi dan mematuhi hukum Roult yaitu bahwa tekanan uap pelarut (cair) berbanding tepat lurus dengan fraksi mol pelarutan dalam larutan.
Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute kurang dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh, sedangkan larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang larut dan mengadakan kesetimbangan dengan solute padatnya.
Larutan homogen adalah suatu larutan dengan keadaan dimana dua zat menjadi sama sifatnya karena tercampur atau bergabung, sedangkan larutan heterogen adalah suatu larutan dimana dua zat bercampur, namun masih dibedakan sifat-sifatnya.
Pengenceran adalah menambahkan pelarut ke suatu larutan massa solute dalam larutan adalah tetap walaupun volumenya berubah.
Rumus pengenceran adalah:
M1 x V1 = M2 x V2
Dimana : - M1 : Molaritas sebelum pengenceran
M2 : Molaritas setelah pengenceran
V1 : Volume sebelum pengenceran
V2 : Volume setelah pengenceran
5.2 Saran
- Sebaiknya digunakan reagen-reagen yang lebih variatif atau banyak lagi sehingga lebih memahami reagen mana saja yang dapat terlarut dan yang tidak dapat menjadi larutan, contohnya BaCl2.
- Pengadaan alat-alat praktikum mungkin dapat diperbanyak lagi untuk menunjang praktikum dan kerja dapat lebih maksimal dan memanfaatkan waktu seefektif dan semaksimal mungkin.
- Sebaiknya pada praktikum selanjutnya larutan yang digunakan ditambahkan menjadi lebih besar yaitu 30 mL agar perubahan warna yang terjadi setelah pencampuran dapat terlihat secara jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Cotton, F. Albert, Geoffrey Wilkinson. 1998. Kimia Tak Organik Lanjutan. Malaysia: Umida Indrusties SDN. BHD
Day, R. A, A. L. Underwood, Hillarius Wibi H., Lemeda Simarmata. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga
Oxtoby, Gillis, Nachtrieb, Suminar. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta: Erlangga
S., Syukri. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: Penerbit ITB
Sunarya, Yayan, Agus Setiabudi. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Bandung: PT. Setia Purna Inves
Watson, David G. 2005. Analisis Farmasi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar